Nyirih Tradisi Penyehat dan Penguat Gigi
Menyirih mempunyai beberapa manfaat seperti meningkatkan kapasitas bekerja, menimbulkan sensasi panas dalam tubuh dan meningkatkan kewaspadaan. Menyirih juga dilakukan oleh orang-orang kurang mampu untuk menghindari kebosanan dan menekan rasa lapar.
Kegiatan menyirih amat sangat banyak dijumpai di daerah jawa dan Nusa Teggara Barat (NTB) . Sebagian besar orang yang gemar menyirih adalah orang-orang lansia atau orang-orang yang sudah berusia lanjut dan orang-orang yang masih menghormati adat-adat atau budaya-budaya warisan leluhur atau nenek moyangnya.
Menyirih biasanya dilakukan untuk mengisi waktu luang mereka, karena mereka beranggapan bahwa dengan menyirih mereka juga bisa menghilangkan beban fikiran yang sedang mereka hadapi, bisa mengganjal rasa lapar, mengusir rasa kejenuhan, dan juga bisa memperkuat gigi mereka. Menyirih juga merupakan hobi bagi mereka.
Setelah mengeluarkan sisa daun sirih dan pinang, rasa yang ditimbulkan di mulut seperti sehabis menggosok gigi. Segar, kesat dan terasa bersih. Ini timbul dari daun sirih yang memiliki sifat alami sebagai antiseptik atau membunuh kuman. Mungkin pada zaman dahulu, nyirih memang digunakan untuk membersihkan mulut sebelum mengenal sikat dan pasta gigi.
Sebelum mengenal pasta gigi dan sejenisnya, orang-orang dahulu menggunakan beberapa cara untuk merawat gigi agar tetap sehat dan kuat. Salah satunya dengan nyirih, yang saat ini tradisi tersebut masih dapat kita jumpai didesa-desa walaupun iklan pasta gigi kian menjamur. Namun rasa dan kenikamtan menyirih bagi penikmatnya tidak bisa terganti dengan rayuan iklan-iklan tersebut.
Komposisi Menyirih
Berdasarkan kandungan utamanya, campuran sirih adalah kombinasi dari daun sirih, biji pinang dan kapur (aqueous calcium hydroxide past ), tembakau dan gambir. Ada beberapa istilah dan jenis campuran dalam mengunyah sirih seperti pan masala(biji pinang, kapur, catechu, dan campuran lainnya), mainpuri (tembakau, kapur, biji pinang, camphor dan cengkeh), mawa (biji pinang, tembakau, kapur), khaini(tembakau dan kapur), dan gutka (pan masala ditambah tembakau).
Filosofi nyirih, Daun sirih diibaratkan kulit manusia, membungkus tulang yang putih yaitu kapur, dan daging yang diwakili oleh buah pinang. Lalu jadi air yang merah, yang berarti darah. Tatanan hidup Suku Bayan memang syarat makna dan filosofi. Mereka memegang teguh ajaran leluhur yang disebut “metu telu”. Yaitu sumber kehidupan di dunia berasal dari yang tiga, yang melahirkan (seperti manusia), yang bertelur (seperti unggas), dan yang tumbuh (seperti tanaman).